Dunia da’i
bukan semata dunia retorika dan permainan kata, tapi dunia pergerakan
yang penuh dinamika dan gelora, membawa misi besar gemuruh perubahan
yang penuh dengan tantangan dan halangan. Dunia da’i adalah dunia besar
tidak hanya merubah wajah pribadi tapi wajah umat manusia,
dan bahkan wajah dunia. Tidak melulu bicara tentang agama tetapi bicara
tentang semua persoalan hingga menghadirkan peradaban baru yang menakjubkan.Tidak
hanya bersekala lokal tapi juga internasional tidak hanya bicara dengan
wilayah dunia saja tapi juga bicara dengan wilayah akhirat. Dunia da’i
adalah dunia luas menembus waktu serta melintasi jarak dan zaman yang
teramat panjang.
Kalau pekerjaan dunia menuntut kerja profesional maka kerja da’wah yang janji kebaikannya tiada hitungan, tentunya menuntut kerja profesional yang lebih. Jika menyembelih persoalan sepele, kita diminta profesional “…maka jika kalian menyembelih, sembelelih dengan profesional” maka da’wah yang wilayah garapannya dunia dan akhirat tentunya kita diminta profesional pula.
Profesionalisme
da’wah dalam kerja duniawi adalah bagaimana kita berupaya menyiapkan
segala perbekalan secara optimal baik keilmuan yang terkait dengan
Ilmu-ilmu syariat maupun yang terkait dengan ilmu-ilmu kejiwaan,
profesional dalam penyajian, penggunaan fasilitas dan media guna
optimalnya penyampaian nilai pada objek da’wah. Profesional secara
ukhrowi bagaimana kita berusaha membersihkan niat agar selalu mencari
ridho Alloh SWT, hingga pengorbanan dan perjuangan menjadi nikmat yang
tak tertandingkan, menyelaraskan kata dan perbuatan sehingga cahaya
alhaq mampu menembus kegelapan hati yang paling dalam. Da’wah
profesional da’wah yang layak mendapat pertolongan dan kemenangan.
Da’i profesional
memahami betul dunianya, dunia da’i difahaminya sebagai dunia perjuangan
dan pengorbanan, dunia memberi bukan meminta, dunia panjang tanpa batas
dan dunia terjal dipenuhi berbagai makar, namun da’i
profesional memahami betul bahwa pengorbanannya dijalan da’wah tak kan
pernah hilang tanpa hitungan. Hanya da’i profesional yang mampu memahami
da’wah, sementara mereka yang ingin hidup dari da’wah tak
kan pernah merasakan manisnya da’wah dan perjuangan, meskipun memiliki
dunia dari hasil da’wahnya.
Da’i profesional
tak pernah mengeluh karena beratnya beban, tak pernah sedih karena
sedikitnya hadirin dan sepinya sanjungan, tak pernah kecewa karena tak
ada sambutan dan hidangan, tak kan pernah putus asa karena lama dan
penjangnya perjuangan. Bekerja dan bekerja begitulah semboyannya,
ditelusurinya jalan-jalan perkampungan ditengah terik mentari dan
guyuran hujan menyeru dan memanggil umat agar kembali kepada kebenaran,
tidak pernah menampakkan wajah kelelahan, dan tampilan kesedihan. Da’i
profesional keujung gunungpun dia datang memenuhi undangan meski tanpa
jemputan, mereka rela bergadang hingga larut malam membuat proyek-proyek
besar penyelamatan, ditengah lelapnya masyarakat dalam keterlenaan.
Da’i profesional
rela mengorbankan apa yang dimiliki demi kebaikan umat dan lingkungan.
Semakin panjang jalan yang ditempuh semakin nikmat dirasa, semakin berat
medan yang dihadapi semakin membuat dirinya tertantang, semakin besar
pengorbanan yang diberi semakin membahagiakan, meski dalam perjalannya
membutuhkan biaya, dia tidak pernah menampakkan wajah harap dan belas
kasihan kepada umat, bahkan ketika diberi dia mampu berkata ”sesungguhnya aku tidak meminta upah kepada kalian, upahku hanya dari Alloh SWT”. Senandung bahagia selalu terlantun dari lisannya, ketika kelalaian dunia mengekangnya dia berucap: “Kami da’i sebelum segala sesuatu” ketika kelelahan dirasa dia berucap: “Kami sekelompok kaum yang bernikmat-nikmat dengan kelelahan da’wah” Ketika kelesuan berda’wah dirasa dia berucap: “Tak kan mulia suatu kaum yang meninggalkan da’wah dan memburu dunia”.
Meski secara
ekonomi pas-pasan bahkan sering mengalami kekurangan, namun dia berani
berkata lantang ”Kapan orang-orang seperti kita, bukan kapan kita
seperti orang-orang”. Izzah da’i profesional tidak memudar meski uang
tiada, rumah ngontrak, pakaian sederhana, makan seadanya, dan berjalan
beralaskan sandal yang tak lagi layak guna. Bahkan ditengah ketiadaanya
dia mampu memberi, karena dia faham siapa yang menghidupi da’wah dia
akan mulia dan siapa yang hidup dari da’wah akan hina. Ketika dia tidak
mampu memberi maka cucuran air mata kesedihan tak terbendung, ada rasa
tertinggal memenuhi panggilan kebaikan. Sebagian orang mencibir dan
menganggapnya aneh, mencela, memfitnah, mengintimidasi, menyiksa bahkan
mengusir dan membunuh, namun dia tak pernah peduli, da’i profesional
memahamii itulah jalan suci, jalan yang dirintis para nabi. Perjuangan
panjang yang diawali keikhlasan, disemai kesabaran, disirami
keistiqomahan, dipupuk pengorbanan dan dirawat dengan do’a dan munajat
akhirnya berbuah harapan. Perlahan tapi pasti pohon da’wah nan indah
menampakkan cikal bakalnya, bermula dari kalangan marginal, kemudian
kalangan pemuda dan pelajar satu-persatu diantara mereka sadar dari
keterbuaian. Mereka yang sadar merasa gelisah ketika berdiam diri
melihat keterpurukan, mereka bahu membahu memperkuat barisan, mengajak
dan menyeru semua kalangan tuk memperkuat perjuangan. Kini pohon da’wah
semakin besar, para tetua, sesepuh dan tokoh ingin turut serta
didalamnya, sambutan kemenangan tidak hanya dikota, bahkan didaerah dan
pelosok pedesaan, da’wah memperlihatkan wajah segarnya.
Sang da’i kini
mulai dikenal, bahkan menjadi terkenal, dirinya kini dijadikan pusat
rujukan dan konsultasi, saran dan pendapatnya didengar, fatwanya
dipatuhi, putusannya dituruti, belum afdhol rasanya jika sebuah
kebijakan tidak melibatkan kesertaannya. Semua orang menaruh hormat,
terkesima khalayak dibuatnya ketika mendengar taujihatnya, bahkan tanpa
terasa terkadang air mata mengucur deras demi mendengar sentuhan wasiat
sang da’i. Jamaahnya kian hari kian besar, sanjungan dan pujian tak
pernah putus terlontar meski sang da’i tidak meminta, sang da’i kini
dijemput dan diberi uang sangu sebagai tanda hormat sang murid kepada
guru. Sang da’i menolak tapi karena ”dipaksa” diapun tak mampu mengelak,
hari-hari sang da’i kini dihujani sanjungan, pujian, dan fasilitas
keduniaan. Pengaruh sang da’i kini menguasai publik, semua kalangan
meletakkan kepercayaan kepadanya, agar sang da’i membawa misi perubahan,
tidak hanya rakyat jelata yang menaruh harap, bahkan sebagian birokrat
dan pejabat kini mulai mendekat, bermodalkan dukungan kini sang da’i
jadi pejabat.
Dunia
yang dahulu telah menaklukkan qorun, membuat ahlu badar khilaf dan ahlu
uhud tercerai berai, tak kan pernah membiarkan seorang pejuang untuk
lepas dari jebakkan pesonanya. Akankah sang da’i tetap menjadi da’i
profesional atau menjadi da’i dunia, waktu yang akan membuktikanya,
apakah dia menjadi pejuang aqidah atau pejuang kepentingan. Dunia dahulu
dan dunia kini masih sama digdayanya untuk mengecoh dan
mengelabui pewaris nabi, akankah sang da’i mampu belajar dari pengalaman
atau tidak. Namun sebagian dari kita sering belajar dari pengalaman, bahwa kita tidak belajar dari pengalaman.
Andai kemenangan menjadikan sang da’i lebih dekat kepada sang Kholiq,
lebih bersyukur dan menambah ketawadhu’an, serta menjadikan para kader
pendukungnya ridho dan masyarakat semakin dekat dengan Alloh SWT maka
ketahuilah sang da’i memang profesional, akan tetapi jika yang terjadi
sebaliknya maka sang da’i kini telah menjadi da’i dunia, Na’udzubillah……
sumber : http://dakwahkita.wordpress.com/2008/02/08/dunia-dai-dan-dai-dunia/