Pages

Rabu, 26 November 2014

Cinta Pertamaku



Yogyakarta, 16 November 2014
Jam 20:51




Ayah, engkau memang tidak pernah mengandung dan melahirkanku. Tapi di dalam darahku mengalir darahmu. Ayah, engkaulah laki-laki pertama yang aku cintai dan yang pertama pula yang mencintaiku. Aku tidak tahu, apakah di luar sana ada laki-laki yang sama sepertimu. Kurasa tidak ada. Karena cintamu begitu tulus tanpa meminta balasan apapun.

Ayah, aku bangga memiliki ayah. Ayah yang selalu mengajarkanku untuk hidup sederhana meskipun kita berkecukupan. Ayah yang selalu bijak dalam mengambil keputusan. Ayah yang telah mengajariku bagaimana hidup dan bagaimana sulitnya mencari uang. Aku bangga memiliki ayah, karena ayah selalu ingin terus belajar untuk menjadi lebih baik.

Ayah, tahukah engkau? Betapa aku merindukanmu. Sangat merindukanmu. Tapi ayah, aku terlalu segan kepadamu. Bahkan untuk sekedar menelpon pun aku segan. Akhirnya aku menelpon ibu dan berharap ada ayah disampingnya atau aku yang bertanya “ayah kerja?”. Senang rasanya jika ibu bilang, “ayah ada, mau ngomong sama ayah?” perasaanku sungguh sangat senang, walaupun hanya sebentar saja mendengar suaramu, karena sifatmu yang pendiam dan bertanya seperlunya sehingga setelah kujawab lalu engkau langsung mengakhiri pembicaraan kita. Ah, sedihnya..andai kau tahu perasaanku..

Ayah, aku bangga memiliki ayah. Yang telah bersusah payah bekerja untuk menyekolahkan ku dan dua adikku, itu saja sudah membuat ayah pusing kepalang mengatur keuangan. Ditambah lagi amalan muliamu, menyekolahkan 2 orang anak dari kakaknya ibu, dan 2 anak dari asisten rumah kita. Ya Allah, semoga itu menjadi amal mu yang membawa ke Syuga. Tentu ayah sangat bekerja keras untuk menghidupi banyak orang dirumah kita, sedangkan anak-anak ayah 3 orang tidak tinggal dirumah dan 1 anak ayah yang sibuknya bukan main untuk latihan marching band sehingga jarang dirumah. Aku bangga atas kesabaran ayah.

Ayah, maafkan aku yang belum pernah mengungkapkan rasa cintaku secara langsung kepadamu. Aku takut, karena kita yang sudah sama-sama dewasa, kemudian ada jarak diantara kita. Dan memang begitu kenyataannya. Maafkan aku ayah, aku juga mungkin lebih sering bersikap dingin. Terkadang jika aku bercanda yang agak serius, ayah selalu menanggapi dengan serius. Dan akhirnya candaku jadi tidak lucu lagi. Hehe..

Ayah, engkau selalu mengingatkanku untuk menjadi wanita yang baik. Engkau memperhatikan kesehatan tubuhku, memperhatikan kebutuhan-kebutuhan yang seharusnya dibutuhkan oleh seorang anak perempuan. Bahkan sampai kau membelikan sarung tangan, agar kulitku tidak menghitam jika naik motor.

Ayah, tahukah engkau. Bahwa sebagian sifatmu menurun kepadaku. Sifatmu yang pendiam dan terkadang dingin terkadang humor, itu ada pula dalam diriku. Like father like son.


Ayah, jujur saja. Dibalik kerinduanku, aku ingin sekali sering pulang menjengukmu, birul walidain. Tapi, aku yakin, jika aku pulang, budget pengeluaranmu akan lebih besar. Sedangkan aku tahu betapa banyak kebutuhan lain yang harus dipenuhi. Tapi ketika aku pulang, engkau selalu saja menawari makanan-makanan yang special dari biasanya, di ajak kesana dan kesini. Aku ingin rasanya menolak, tapi aku yakin itu semua adalah ungkapan rasa rindumu kepadaku, anak perempuanmu satu-satunya.

Ayah, bahkan ibu saja ketika ingin sesuatu, ibu ingin aku yang mengatakan itu kepada ayah. Karena ibu menagnggap, jika aku yang meminta pasti akan ayah belikan. Tapi ayah, aku tidak seberani itu. Aku pasti memikirkan kalkulasi biaya yang akan dikeluarkan ayah.

Ayah, terimakasih atas kepercayaanmu kepadaku. Seingatku, engkau tidak pernah melarangku ikut ini dan itu. Kecuali mungkin saat aku bercita-cita KKN di raja ampat, yang akhirnya tidak kau ijin kan setelah aku kurang lebih 6 bulan rapat bersama teman-teman. Tidak mengizinkannya engkau bukan tanpa alasan, bukan karena biaya yang besar. Tapi rasa kekhawatiranmu yang cukup tinggi mengingat tempat yang sulit akses dan aku anak perempuanmu satu-satunya.

Ayah, ternyata keingintahuanmu tentang kabar anak-anaknya cukup tinggi. Mungkin sama seperti ibu, memantau anak-anaknya dengan melihat facebook anak-anaknya yang jauh disana. Bahkan ketika aku sakit di jogja (2012), engkau sampai melihat website rumah sakit hanya untuk melihat dikamar seperti apa aku dirawat. Bahkan engkau berangkat ke jogja menggunakan pesawat berdua dengan ibu, yang biayanya sangat mahal. Juga ketika aku memutuskan KKN di Raja Ampat, berbagai informasi engkau cari tentang bagaimana kehidupan disana. Dan ketika ternyata aku ditetapkan oleh LPPM utk KKN di Bojonegoro, kau pun bertanya kepada teman-teman kerjamu yang asli orang Bojonegoro tentang bagaimana kondisi disana. Ah..ayah, aku semakin bangga denganmu…

Ayah, tahukah engkau, betapa sakitnya aku mendengar ayah yang sedang sakit sedangkan aku tidak bisa pulang. Dulu waktu ayah sakit batu ginjal dan harus operasi, dan saat itu aku sedang mendapatkan amanah untuk menjadi koordinator acara buka bersama anak yatim yang tinggal H-1 dan harus mendengar kabar itu. Betapa menyedihkannya saat itu, tapi teman-temanku sangat mensupport aku dan mendoakanmu. Juga ketika belum lama ini ayah dan ibu sakit dan tidak ada seorangpun anak disisi kalian. Tapi alhamdulillah, aa mau dengan tulus merawat ayah dan ibu. Ayah tahu, betapa sakitnya aku mendengar itu.  Mendengar suara ibu ditelpon dengan suara yang sangat lemah, kalian berbaring di kamar dengan kondisi sangat lemah, tidak bisa saling mengobati karena sangat lemah. Maka untuk menghiburnya, aku meminta teman-teman untuk sms ayah dan ibu supaya dikirimi do’a, sebagai ganti karena aku tidak bisa pulang.

Ayah, pinjami aku hatimu..
agar aku belajar bagaimana engkau menghadapi masalah tanpa mengeluh sedikitpun.
Ayah, pinjami aku hatimu..
agar aku ikut merasakan  atas resah yang sering kau ceritakan dalam diam.
Ayah, pinjami aku hatimu..
agar aku paham bagaimana rasanya berteduhkan panas, bermandikan hujan.
Ayah, pinjami aku hatimu..
agar aku belajar tentang pengorbanan, air mata dan doa.

Ayah, doakan aku agar bisa menjadi wanita yang shalihah, penghafal Qur’an dan menjadi investasi akhirat untukmu. Aku ingin memberimu hadiah, sebuah mahkota yang cahayanya lebih indah daripada cahaya matahari di akhirat kelak. “Barangsiapa yang belajar Al-Qur’an dan mengamalkannya, akan diberikan kepada kedua orangtuanya pada hari kiamat mahkota yang cahayanya lebih indah  dari cahaya matahari. Kedua orang tua akan berkata, “mengapa kami diberi ini?” maka dijawab, “karena anakmu yang telah mempelajari Al-Qur’an.” (HR Abu Dawud, Ahmad dan Hakim)

Ayah, aku sedang belajar untuk lebih mandiri. Agar aku tidak banyak membebanimu lagi. Maafkan aku yang belum bisa lulus tepat waktu. Semoga aku bisa lulus diwaktu yang tepat.

Ayah, jujur.. sesekali aku ingin ayah dan ibu datang menjengukku lagi di jogja. tapi apalah daya, kebutuhan ayah lebih banyak daripada harus menghabiskan uang ke jogja. aku tidak ingin memaksakan.

Ayah, maafkan aku. Sampai saat ini aku belum bisa mengajari ayah dan ibu mengaji, sedangkan aku disini sudah mengajar beberapa kelompok ngaji, bahkan ibu-ibu pun ku ajarkan. Ayah, aku ingin segera menyelesaikan kuliahku dan pulang, aku ingin mengajarkan ayah dan ibu mengaji.

Ayah, betapa lama penantian ayah untuk pergi haji ke Baitullah, sehingga ayah dan ibu memutuskan untuk umroh terlebih dahulu. Bahkan doa yang selalu ku ucapkan di telepon ketika hari miladmu adalah “semoga bisa cepat pergi haji” dengan nanarku yang basah. Betapa kau merindukan baitullah, bahkan diwaktu senggangmu aku pernah melihat engkau sedang membaca-baca buku petunjuk haji dan umroh. Padahal penantian hajimu masih 5-6 tahun. Semoga 2017 ayah dan ibu jadi berangkat haji dan semoga ditahun itu juga aku bisa merealisasikan impian terbesarku, menjadi hafidzoh, selesai menghafal Al-Qur’an 30 juz dengan baik.

Ayah, engkau yang akan menjadi waliku ketika aku menikah. Apakah ayah siap melepasku ke tangan laki-laki yang bukan siapa-siapa yang bahkan kita tidak mengenalnya? Mungkin ia adalah laki-laki keempat yang akan aku cintai, setelah aku mencintaimu, mencintai kakakku, dan 2 adikku. Dan dimana aku harus berbakti kepadanya. Semoga engkau ikhlas, semoga engkau ridho.

Ayah, aku berjanji. Kelak jika aku telah memiliki keluarga kecil, aku ingin tetap berbakti kepadamu. Memenuhi hak-hakmu dan menunaikan kewajiban-kewajibanku sebagai anak. ayah, semoga dia yang akan menggenapiku, membuatku semakin mencintai Rabb yang menciptakanku, membuatku semakin ingat dengan semua pengorbananmu, air matamu, dan perjuanganmu. Semoga dia yang akan menggenapiku, bisa mencintaimu dengan setulus-tulusnya karena engkau yang telah mendidik dan membesarkanku sehingga kami menjadi genap.

Ya Allah, izinkan aku menjadi wanita yang shalihah agar aku pantas mendapat lelaki yang shalih, yang mana ia pasti akan menyayangi kedua orangtuaku dengan tulus. Izinkan aku menjadi wanita yang cerdas, agar aku pantas mendapat keturunan yang cerdas. Izinkan aku menjadi penghafal Al-Qur’an, agar aku bisa memberikan mahkota yang indah untuk ayah dan ibuku di akhirat kelak.

Ya Allah, ampuni aku atas segala perkataanku yang menyakiti hati kedua orangtuaku. Ampuni aku atas segala perbuatan yang mendzolimi kedua orantuaku. Ampuni aku atas segala kesombongan yang ada dihatiku. Cabut Ya Allah, Cabutlah kesombongan yang ada di hatiku, sekecil apapun itu. Ampuni aku atas segala kelalaianku terhadap-Mu. Ampuni aku yang masih bermaksiat, ampuni aku yang kurang bersyukur. Ampuni kedua orangtuaku atas segala dosa.

Ya Allah, berikan aku kesabaran dan kelapangan hati. Berikan ayah dan ibu kesabaran atas segala pengorbanan hidup dan perjuangan hidup. Berikanlah keberkahan dalam setiap langkahnya, berikanlah kelapangan hati untuk keduanya.

Ayah, doaku selalu menyertaimu. Semoga engkau selalu dalam keadaan baik. Semoga ayah dan ibu menjadi pasangan yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Di dunia dan akhirat..
Ayah, entah harus berapa banyak rasa terimakasih yang harus kuucapkan atas kasih sayangmu yang tulus selama ini…
Ayah, aku mencintaimu…

Love you dad…







Tidak ada komentar:

Posting Komentar